Karena malioboro adalah sebuah tempat yang memberikan ispirasi dan kenangan tersendiri di tiap benak orang yang pernah mengunjunginya. Seperti kalimat awal yang ada dalam
sajak Melodia karya Umbu Landu Paranggi
"Cintalah yang membuat diriku betah sesekali bertahan".
_____________________________________________________________________
Setelah enam hari perjalanan keliling kota-kota
diseluruh pulau jawa, tujuan yang terakhir adalah kota Djogjakarta. Kota yang
sering dikenal sebagai kota “pendidikan” dan juga diberi lebel oleh pemerintah
sebagai salah satu “Daerah istimewa” di Indonesia. Tujuan kita ke kota
pendidikan itu hanyalah sekedar mampir berbelanja dan berburu cinderamata khas
Jogja.
Sebelum Bus menuju Malioboro (salah satu
jalan di jogja sekaligus tempat belanja), kita mampir di pasar “Ole-ole Bakpia
25”_kemudian ke malioboro. Pesan orang yang pernah ke jogja sebelumnya, katanya
“Bakpia asli jogja itu hanyah ada di toko bakpia 25 jadi kalau mau beli ole-ole Bakpia sebaiknya kesitu
saja”. Karena ini pertama kalinya saya ke jogja, maka saya harus pastikan dulu keaslian kue-nya.
Apakah betul atau tidak, jangan sampai saya sudah beli banyak ternyata masih
ada Bakpia yang Asli. Saya ngak mau seperti temanku waktu di Bandung, banyak
sekali dodol yang di borongnya, ternyata masih ada dodol yang lebih murah dan
enak. hehe..he..
Puas belanja di toko Bakpia 25 kita langsung
menuju Malioboro. Disana Bus kita sempat mutar-mutar mencari tempat parkir
karena terlalu banyak orang berdesak-desakan di sepanjang Jalan Malioboro.
Mereka tidak hanya berdiri di trotoar namun meluber hingga badan jalan. Bahkan
waktu itu ada juga para mahasiswa yang menggelar aksi di tengah-tengah jalan
malioboro. Sungguh suasana begitu kacau dan gaduh dengan teriakan “eksistensi”
mahasiswa_dan suara kuda delman__sauaranya para tukang becak__tiupan prulitnya tukang
parker__jerit klakson mobil dan sepeda motor dan juga alunan gamelan kaset
dangdutan koplo khas jawa hingga teriakan pedagang yang menjajakan makanan dan
mainan anak-anak berbaur menjadi satu.
Jalan Malioboro dalam bahasa Sansekerta
berarti jalan karangan bunga karena pada zaman dulu ketika Keraton mengadakan
acara, jalan sepanjang 1 km ini akan dipenuhi karangan bunga. Di sana juga ada
pasar Beringharjo dan Benteng Vredeburg, disana juga banyak pedagang kaki lima
yang menggelar dagangannya. Mulai dari produk kerajinan lokal seperti batik,
hiasan rotan, wayang kulit, kerajinan bambu gantungan kunci, lampu hias dan
lain sebagainya, juga blangkon serta barang-barang perak, hingga pedagang yang
menjual pernak pernik umum dan lain-lain.
Satu hal yang masih saya pertanyakan, kenapa jogja
dijadikan kota pendidikan ? padahal untuk bisa dikatakan kota pendidikan jika tidak
ada lagi kemiskinan dan kebodohan. Saya lebih sepakat kota bunga (malang)
dijadikan kota pendidikan. Kenapa ? karena disana takada lagi kemiskinan dan
kebodohan artinya sudah tak-adalagi orang yang ngemis-ngemis dijalan, ngamen
siang malang, pemulung grembolan dan pengangguran
berjam’ah dan malang juga sekarng banyak melahirkan professor-profesor hebat
dan terkenal. Sedangkan jogja, masih banyak pengemis, pengamen di mana saja
sudah tak-mengenal waktu dan tempat kemudian pendidikan di jogja juga tidak
terlalu menjamin, banyak tesis dan skripsi para prof dan sarjana masih
menggunakan plagiatisme. Buktinya kemarin ada professor dari UGM yang ketahuan
plagiatisme. Jogja belum bisa mengatasi dua masalah di atas. Jadi jogja belum
“pas” kalau diberi lebel kota pendidikan. Saya sepakat jika pelebelannya
dilihat dari sejarah pendidikan yang ada di Indonesia.
Eh__pertanyaan diatas jangan di anggap serius
yah, itu cuman guyonan. Tapi betul kok jogja itu banyak pengemis dan
pengamennya. Yasudah__jangan diambil pusing, yang penting kalau jalan-jalan ke
jogja jangan lupa mampir ke jalan malioboro. Setiap orng yang pernah ke
malioboro pasti akan kembali lagi ke Djogja, Karena malioboro adalah sebuah
tempat yang memberikan ispirasi dan kenangan tersendiri di tiap benak orang yang pernah
mengunjunginya. Seperti kalimat awal yang ada dalam sajak Melodia karya Umbu
Landu Paranggi "Cintalah yang membuat diriku betah sesekali
bertahan".
0 komentar:
Posting Komentar